Jauh Di Mata Dekat Di Hati

Gara-gara ngepoin akun twitter dan facebook seorang teman, aku jadi pengen nulis tentang ini. Ini tentang sesuatu yang bernama Long Distance Relationship, alias LDR. Namanya keren ya? Dan jujur, aku juga merasa hubungan yang disebut LDR ini romantis dan sekeren namanya. Lihat saja film-film yang menayangkan adegan di bandara atau stasiun saat menanti atau melepas sang kekasih. Sangat jelas terlihat rasa cinta di sana. Rasa tak ingin berpisah yang mengharukan, dan rasa bahagia tak terkira saat bertemu kembali dengan pasangan. Dua-duanya sangat menggetarkan. Bak sepasang remaja yang masih pacaran, kerinduan selalu menggebu di saat jarak memisahkan.


gambar dari sini

Ah, pasti ada yang protes nih. "Cov, kamu nggak pernah ngrasain sih. Menjalani LDR itu nggak gampang dan banyak makan atinya. LDR itu tak seindah yang kamu lihat di pelem-pelem korea".
Oke, memang benar, aku berpendapat demikian karena aku cuma melihat film yang kebanyakan malah menyesatkan. Dan semakin banyak teman-temanku yang harus menjalani LDR, aku jadi semakin tahu kalau LDR itu sangat tidak mudah. Apalagi kalau LDRnya bukan hanya beda kota, tapi beda negara. Kalau tidak dewasa menjalankannya, bisa-bisa keutuhan rumah tangga menjadi taruhannya. Sepertinya inilah yang dikhawatirkan suamiku, ketika aku mengungkapkan keinginanku mengejar beasiswa ke Jepang.

Kekhawatiran suamiku itu tentu tidak mengada-ada. Karena ada teman kami yang bercerai gara-gara ini. Kabarnya istrinya yang kuliah di luar negeri berselingkuh dengan laki-laki lain, dan rumah tangga mereka tak bisa dipertahankan lagi. Sebuah komitmen dan kesetiaan memang sangat diuji di sini. Kalau aku jadi sang istri, tentu aku nggak akan sampai hati mengkhianati suami yang sudah rela berkorban melepaskan istrinya mengejar cita-cita. Itu sebuah pengorbanan yang besar. Begitu pula sebaliknya kalau aku jadi sang suami. Aku tak akan mengkhianati istri yang susah payah mencari ilmu dan membantu nafkah demi masa depan keluarga. Lagi pula selingkuh itu cuma indah diawalnya saja, lama-lama menjadi musibah.

Ketika kesetiaan dan komitmen dapat bertahan, apakah tak ada lagi masalah? Ternyata tidak. Ada lagi cerita dari temanku yang suaminya kuliah di Australia, dan dia di Indonesia. Menjalani dan mengurus rumah tangga tanpa suami di sisinya tentu berat. Banyak hal yang tadinya dilakukan suaminya, harus dia lakukan sendirian. Salah satunya harus mengantar dan menjemput anaknya sekolah. Pernah saat pulang dari mengantar anaknya sekolah, dia mengalami musibah, ban sepeda motornya bocor. Susah payah dia harus mendorong motor hingga menemukan tukang tambal ban. Ditambah lagi hujan mulai turun saat itu. Bisa dibayangkan betapa nelangsa kondisinya. Baru saja sampai di tukang tambal ban, suaminya mengirimkan message plus fotonya sedang traveling bersama teman-temannya ke tempat yang indah. Jleb! Di saat galau begini kok suami malah tega memamerkan kesenangannya. Benar-benar tak bisa tenggang rasa. Begitulah kira-kira pikiran temanku saat itu. Hingga berita gembira yang dishare suaminya itu, dia tanggapi dengan emosi. Suaminya jadi bingung.Maksudnya ingin menceritakan kondisinya, eh malah membuat istrinya marah-marah. Sejak itu suaminya jadi tak terbuka kepada istrinya. Takut membuat istrinya sakit hati.

Tuh kan jadinya malah nggak saling terbuka. Kalau aku jadi suaminya aku nggak akan ujug-ujug mengirimkan pesan berisi "pamer", tanpa tanya dulu keadaan istrinya. Dan walaupun niatnya baik, yaitu ingin melaporkan setiap kegiatannya kepada istrinya agar istrinya mengerti keadaannya dan tak berpikiran macam-macam, tapi cara penyampaiannya juga harus diperhatikan. Jangan sampai memberi kesan pamer, atau bersenang-senang di atas penderitaan istri #lebay. Begitu pula sebaliknya kalau aku jadi si istri. Nggak usah terlalu emosian deh. Kesal itu wajar, tapi harus disampaikan secara elegan, agar suami nggak merasa terlalu disalahkan. Dan tentunya demi menjaga agar komunikasi tetap lancar, tanpa praduga macam-macam. Positif thinking ajalah.

Ada cerita lain lagi. kemarin aku tiba-tiba terusik saat melihat status seorang teman yang sedang studi di Jepang. Statusnya sih baik-baik aja, hanya mengucapkan selamat Hari Raya Idul Adha. Yang tidak biasa adalah komentar-komentarnya. Rupanya belasan komen itu semua ditulis oleh istrinya. Segala keluh kesah dan kekecewaan terhadap suaminya dia curahkan secara vulgar di situ. Intinya dia kecewa karena suaminya mengingkari janji untuk online. Bahkan di komen itu si istri me-mention komunitas suaminya di sana, yang dianggap sebagai penyebab perubahan sikap suaminya. Wah parah juga ya.. Kok sepertinya sengaja ingin mempermalukan, Apa dia nggak sadar kalau komentarnya itu bisa dibaca orang-orang seluruh dunia. Kenapa sih nggak memakai jalur yang lebih private aja, seperti melalui message FB. Ah begitulah kalau lagi emosi. Tak bisa berpikir jernih. Padahal yang dia lakukan itu sama saja mengumbar aib keluarga dan mempermalukan diri sendiri.

Kalau aku jadi si suami, aku tentu akan berusaha menepati janji. Sesibuk apapun kegiatanku, seketat apapun jadwalku. Kalau tak sanggup menepati, ya nggak usah janji. Begitu juga kalau aku jadi istrinya, sekali lagi jangan emosian. Positif thinking aja sama suami. terkadang apa yang kita dengar, kita lihat, dan kita rasakan, belum itu yang sebenarnya terjadi. Di sinilah pentingnya kedewasaan dalam berpikir, bersikap, dan bertindak, agar walaupun jauh di mata, namun tetap selalu dekat di hati.

Eh, kok aku jadi sok tahu begini, padahal aku belum pernah ngrasain #siap-siap ditimpuk para pelaku LDR :P. Yah sudahlah, aku cukupkan saja tulisanku yang hanya teori tak pasti ini. Maaf ya kalau ada yang tersinggung... *melipir*.

Comments

  1. LDR ya ? segala sesuatunya masih bisa terjadi kok mbak, manusia kan dinamis, katanya sih menjadi wanita atau laki-laki setia itu godaannya besar. katanya lho ya.

    ReplyDelete
    Replies
    1. Sepertinya emang gitu kok. Setiap pasangan pasti akan diuji kesetiaannya. Tp cobaannya beda2, baik dlm bentuk maupun levelnya

      Delete
  2. saya juga sempat LDR dengan suami.. asik loh LDR itu ya mbak :D

    ReplyDelete
    Replies
    1. Ouu pernah ngalami nih.. Asik kek masih pacaran ya.. Hihihi

      Delete
  3. kelemahan LDR itu, mungkin memang begitu ya mba..

    ReplyDelete
    Replies
    1. Iya, itu hanya sebagian kecil aja dr pengalaman teman2ku

      Delete
  4. Hihihi... Aku suka kata2 "terkadang apa yang kita dengar, kita lihat, dan kita rasakan, belum itu yang sebenarnya terjadi. " Iya bener banget tuh, udah berpikir negatif dulu ternyata pas tau kejadian yg sesungguhnya jadi merasa malu n bersalah. Jadi haru sselalu positif thinking ya ^^

    ReplyDelete
    Replies
    1. Kata2 itu berdasarkan pengalamanku sndri.. Hehehe
      Aku jg bbrp kali bgitu, dah ngomel2..eh ternyata salah duga.. Malu deh.. Hihihi

      Delete
  5. Walo Mak Cova belum pernah ngerasain LDR, tapi analisis Mak tepat akurat loh. Memang demikianlah adanya. Suamiku juga pernah bete ama aku waktu aku lagi traveling trus majang poto-poto di socmed, padahal di satu sisi dia bete ama aku karena lupa kalo hari itu hari ultah pernikahan dalam tahun Hijriah (ga tau deh, suamiku bisa sebegitu ingetnya). Hehehe...

    ReplyDelete
    Replies
    1. Pdhl itu LDRnya cm sebentar ya, pas traveling doank.. Hehehe
      Keknya aku jg pernah gt deh. Tp beruntung loh kita punya suami pengertian, ngijinin kita traveling. Walopun kadang dia bete jg.. Hahaa

      Delete
  6. kalo di bandara2 gitu tiba2 memoryku teringat film AADC saat rangga mau niggalin cinta #eeaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. Eaaaa.. Suka pelem2 romantis jg nih.. Jd inget jaman muda dulu.. Hahaaay ^^

      Delete
  7. postingan yg bagus...izin nyimak dan buka2 y :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. Makasiiih.. Monggo silahken diliat2.. :)

      Delete
  8. LDR itu modal utamanya saling percaya mbak
    godaannya juga banyak bgt
    soalnya pernah ngalamin juga dulu
    yang penting komunikasi dan saling terbuka

    ReplyDelete
    Replies
    1. Wah dpt masukan dr yg udah berpengalaman nih.. Makasih ya
      Semoga kalau suatu saat nanti hrs ngalami ini, aku udah siap

      Delete
  9. jika tidak ada saling kepercyaan maka sulit membangun hubungang jarak jauh. menimbulkan kecurigaan sana sini.

    ReplyDelete
    Replies
    1. iya, klo tanpa kepercayaan dkt aja bs curiga apalg klo jauhan

      Delete
  10. hadduu ini tulisan kenapa soal LDR #kesindir ,hehe :p
    waah LDR yg sudah berkeluarga aja susaah apalagi yg masih belum berkeluarga,,motivasinya cuma semoga LDR ini berjung ke pelaminan,hihi :))

    ReplyDelete
    Replies
    1. makanya cepet2 berkeluarga, biar ga LDR lg.. hihihi

      Delete
  11. Menepati janji itu memang penting sekali ya, Mbak, dari sinilah sesungguhnya muncul kepercayaan, termasuk dalam LDR.

    ReplyDelete
    Replies
    1. betul pak.. sekali ingkar janji, biasanya ga kan dipercaya lg. Org jd ragu

      Delete
  12. hmm aku belum pernah ngerasain LDR ,, tapi tetep terus semangat dan menjaga kepercayaan

    ReplyDelete
    Replies
    1. sip siip.. mau jauh ato deket, kepercayaan hrs ttp dijaga

      Delete
  13. belum pernah LDR, dan mudah2an jangan pernah, hehehe. tapi kadang aku dan ray harus pisah beda kota/negara beberapa waktu. kuncinya komunikasi jangan putus. frekuensinya samakan dengan waktu berdekatan pasti terasa gak ada yang beda :)

    ReplyDelete
    Replies
    1. nah betul bgt, kuncinya dikomunikasi ,keterbukaan, dan tentu saja hrs jujur. Pisah bentar ga mslh, biar ga bosen.. hihihi

      Delete
  14. Aku juga lg LDR skrg sama jodoh aku, sangking jauhnya sampe sekarang blom pernak ketemu2 hahahaaa

    ReplyDelete
    Replies
    1. hahahahaa... jeng milaaaa.. sabar ya cyiiin.. jodohmu lg dlm perjalanan mendekat kok.. *puk puk mila :D

      Delete

Post a Comment

Popular posts from this blog

Berburu Benang Rajut di Pasar Asemka

Jenang Gulo.. Jangan Lupakan Aku

2 Tahun Lebih Kumeninggalkanmu