[BeraniCerita#1] Enam Tiga Puluh
Kulirik jam tanganku, 6.30
pagi. Seperti biasa aku menunggunya di persimpangan jalan ini. Menunggunya untuk berangkat sekolah bersama.
Inilah saat yang selalu aku rindukan. Saat aku bisa melihat wajah cerianya dan
kerlingan mata jenakanya, ketika dia berceloteh riang. Setiap hari ada saja
yang dia ceritakan. Semua terasa indah didengar. Walaupun aku hanya meresponnya
dengan senyuman, anggukan, atau kata "Ouu.." saja,
tapi dia tak merasa keberatan. Dia memang sangat mengerti aku, seorang cowok
dingin dan pendiam, begitu kata teman-temanku. Sedangkan dia seorang gadis periang yang tak bisa diam. Aku ibaratkan kami ini
seperti Rangga dan Cinta di film Ada Apa Dengan Cinta. Kami berbeda, tapi satu dalam cinta.
Tap.. tap.. Suara langkah kakinya
mendekat. Dia selalu datang dengan setengah berlari. Rambut panjangnya yang
diikat bandana berkibar menutupi sebagian wajah manisnya. Setelah ini dia pasti
menyapaku riang "Hai.. Udah lama nunggu
ya? Sori ya kelamaan". Dan selalu
kubalas dengan anggukan saja. Tapi, kali ini dugaanku meleset. Dia tak
menyapaku. Dia hanya diam dengan ekspresi datar, dan melanjutkan langkah
kakinya
tanpa melirikku sedikitpun. Aku segera
menyusul di sampingnya. Seribu tanda tanya berkecamuk di otakku. Apakah dia ada
masalah? Apakah dia marah? Apa dia sakit?
Kucoba tetap tenang. Tidak lama lagi
dia pasti menceritakan keluh kesahnya seperti biasanya. Sepuluh menit telah berlalu dari 6.30, dan dia tetap
diam. Tak sepatah katapun keluar dari
bibirnya. Belum pernah aku sejengah ini berasa di sisinya. Aku tak bisa diam saja, aku tak tahan lagi. Akhirnya kuberanikan diri bertanya "Rin, ada apa?” Dia hanya
menggeleng, tanpa menghentikan langkahnya.
Semakin jelas dia ada masalah. Belum pernah sekalipun dia mengabaikanku
seperti ini. Dorongan rasa penasaran membuatku bicara lebih banyak “Kenapa kamu diam saja? Ada masalah apa?". Secara tak terduga dia menghentikan langkahnya, tepat
di depan gerbang sekolah. Dengan mata berkilat dia menatapku tajam, dan berkata
"Kamu benar-benar ingin aku bicara?
Untuk apa? Untuk apa aku bicara, untuk apa aku banyak cerita kalau kamu tak pernah menanggapi. Bahkan aku tak pernah tahu selama ini
kamu benar-benar mendengarku atau tidak .
Aku bosan jadi radiomu!"
Kata-katanya deras mengguyurku hingga
beku. Dan aku hanya bisa terpaku,
memandangnya berlalu.
***
*Mendengarkan cerita dan
keluh kesahnya, adalah salah satu cara mencintai. Tapi terkadang mendengar saja
tidak cukup*
***
"Flash Fiction ini disertakan dalam Giveaway BeraniCerita.com yang diselenggarakan oleh Mayya dan Miss Rochma."
Buat kawan kawan saya izin dulu di sini untuk PERTAMAXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXXxxx
ReplyDeleteyeaaay... selamat mas... *kalungi kembang*
DeleteMbak covaaa, mampir duang utk ngisi absen neh...jangan marah yaaa.
ReplyDeletemampirnya bawa kue kan? hihi
Deletekeren terkadang dlam diamnya itu dia merespon dan itu cara menyayangi kita #asyiikk :D
ReplyDeletemungkin ada juga yang diam diam mencintai niar.. #eeaaaa.. hihihi
DeleteMakasih sudah ikutan ya darling! :)
ReplyDeleteiyaa.. samasama.. walopun ga pede.. haha
DeleteCerpennya bagus Mbak. Yah sesekali, walaupun pendiam akut, kita mesti kasih tanggapan juga kalau diajak bicara ya. Selamat ngontes :)
ReplyDeletenah betul! jgn diem kebangetan ya.. apalagi ama pasangan sndri :D
Deletesaya jadikan cerpen ini pelajaran...
ReplyDeletealhamdulillah.. makasih.. :)
Delete"Jadi kamu mau aku gimana?" gitu mungkin kata cowoknya ya? :D
ReplyDeleteSukses GA-nya ya Mba.. :)
hahaha.. beneeer.. pasti nanya gt.. bikin ceweknya tambah males.. :))
Deletemakasiiih
betul juga kl cuma mendengarkan pd akhirnya yg sering bicara juga merasa di abaikan :)
ReplyDeleteiya betul.. itu yg biasa aku rasakan.. #eh curcol.. haha
Deletehanya mendengarkan ya? :) saya lebih sering diem kecuali klo dimintai pendapat baru deh ngomong, itu aja dikit hehe
ReplyDeletemmm.. cowok emang biasanya begitu,,
Deleteeh ini yg komen cowok kan ya? :D