Ketika si Mbak Pergi

Malam tadi, pembantuku, si mbak, datang menghadap, setelah dia kembali dari liburan akhir pekannya. Semenjak dia menikah 2 tahun yang lalu, aku memang selalu mengijinkannya berlibur di akhir pekan, agar dia bisa berkumpul dengan suaminya. Biasanya sehabis liburan dia selalu kembali dengan membawa cerita dan curhatan seputar rumah tangganya. Tapi kali ini tidak seperti biasanya. “Bu, saya mau ngomong..” dengan hati-hati dia membuka percakapan. Nada bicara dan raut mukanya membuat perasaanku tidak enak. “Kemarin saya periksa ke bidan” lanjutnya. “ Kata bidan saya positif hamil.. keknya ibu mesti cari pengganti saya”. Aku tak bisa menjawab apa-apa, hanya “Ooh..” yang keluar dari mulutku, speechless.

Seharusnya aku ikut bersuka cita atas berita gembira yang dia sampaikan itu. Sudah lama dia mendambakan ingin punya anak, dan sekarang keinginannya terwujud. Seharusnya aku katakan “Alhamdulillah yah..” atau “Selamat yah”, tapi kata-kata itu tidak keluar dari mulutku. Tentu saja aku ikut senang atas kehamilannya, tapi rasa itu tertutup oleh kegalauan yang tiba-tiba menyelimutiku. 

6 tahun sudah kami menjalani hidup bersama. Dia sudah seperti saudaraku sendiri, dia pun menganggap anak-anakku sebagai anaknya sendiri. Sifatnya yang penyayang dan penuh pengertian membuatku percaya dia bisa menjaga anak-anakku dengan baik selama aku tidak di rumah. Walaupun kalau dilihat dari pekerjaan lainnya dia tidak terlalu bagus. Masakannya tidak selalu pas dengan seleraku, hasil setrikanya tidak selalu halus, hasil cuciannya tidak selalu bersih, dan dia sering lupa menyapu kolong tempat tidur. Tapi tak apalah, manusia tak ada yang sempurna, aku terima saja, dan aku tidak pernah cerewet mengomentari pekerjaannya. Mungkin karena itulah dia jadi betah bekerja di tempatku. 

Dan sekarang saatnya kebersamaan kami harus berakhir. Aku tahu tak ada yang abadi, aku sadar saat seperti ini akan terjadi. Tapi masalahnya sekarang aku belum mendapatkan penggantinya :(. Galau, bingung dan ragu, akankah kutemukan pengganti yang sebaik dia, atau lebih baik dari dia. Kadang aku berpikir, andai aku tidak harus bekerja di luar rumah, pasti kegalauan seperti ini tak kan terjadi. Ah sudahlah.. tak ada gunanya berandai-andai, toh masalahnya sudah ada di depan mata.  Mau resign sekarang pun tidak semudah itu, justru malah akan menambah masalah saja. Mau cuti, sudah tak punya jatah cuti :(

Ya Allah berikan petunjukmu, aku harus selalu sabar dan terus ikhtiar untuk mendapatkan yang terbaik. Kurelakan si mbak pergi dengan gembira, semoga kebahagiaan selalu bersamanya. Dan semoga si mbak juga selalu mendoakanku, agar aku dapat menemukan yang terbaik, yang bisa ku percaya untuk menjaga investasi terbesarku, anak-anakku. 


NB: Bagi yang ingin membantu mencarikan pengganti si mbak, berikut persyaratannya:
  1. Wanita, usia 20 – 30 tahun
  2.  Sehat lahir dan batin
  3. Rajin, jujur, sopan, setia, dan penurut
  4. Menyayangi anak-anak
  5. Bisa memasak
  6. Tidak suka keluar malam
  7.  Tidak suka nonton sinetron
  8.  Tidak genit
  9. Tidak berwajah cantik
  10. Tidak berbodi seksi
Terima kasih  ^_^

Comments

Popular posts from this blog

Berburu Benang Rajut di Pasar Asemka

Jenang Gulo.. Jangan Lupakan Aku

2 Tahun Lebih Kumeninggalkanmu